Jika Rambut Bicara (oleh: Latifah Hanum)
Ditulis oleh Rohis SMAN 1 Padang 30 Oktober 2013 pukul 20.25
Matahari bersinar dengan teriknya
menerangi setiap sisi gelap dunia. Hingga waktunya nanti ia menghilang di ufuk
Barat lalu terbit lagi di ufuk Timur belahan bumi yang lain. Angin terasa
membelai, mambawa angan jauh melayang. Suara gesekkan daun dan ranting berirama
membentuk simphoni alam yang melenakan.
Pandanganku jauh menerawang. Aku
melihat dua helai rambut melayang terbawa angin bersama dedaunan. Mungkin tak
wajar karena mataku lebih terfokus pada dua helai rambut yang ukurannya kurang
dari 1 milimeter dibanding dedaunan dengan warna hijau mencolok. Tapi,
entahlah. Dua helai rambut ini seperti punya kisa masing-masing yang menjadi
daya tarik tersendiri bagiku. Mereka tak
jauh berbeda kelihatannya. Tapi, mereka sebenarnya berbeda. Satu hal yang aku
pun tidak tau ini benar atau tidak, aku tau dua helai rambut ini berasal dari
tuan yang berbeda.
Angin seketika berhenti berhembus.
Dua helai rambut itu pun kini tak lagi melayang. Mereka mendarat tak jauh dari
tempat ku berada. Dari sini aku mendengar percakapan mereka. Hal yang tak lazim
mungkin, tapi itulah yang ku dengar.
Jika kutambah tingkat kefokusan
mataku, sehelai rambut pertama terlihat sangat buruk. Bentuknya kering dan
terlihat kasar. Warnanya pun kusam. Berbeda jika dibandingkan dengan rambut
kedua. Rambut kedua ini warnannya hitam berkilau kuperhatikan. Dari kesan
pertama pun sudah jelas dia halus, lembut dan terjaga. Percakapan dua helai
rambut ini pun dimulai.
“Hei, kenapa kamu terlihat sangat
berkilau dan indah, tidak seperti aku yang jelek ini” tanya rambut pertama
penasaran.
“Ah, benarkah kamu menilaiku
seindah itu?” Rambut kedua balik bertanya
“Sungguh, kamu memang terlihat
indah, tidak kah kamu perhatikan aku yang jelek, kusam dan kering ini. Kamu
pasti sangat terjaga” ujar rambut pertama. Rambut kedua terdiam, dia tak
menjawab pertanyaan rambut pertama
“Kenapa kamu diam. Apakah kamu tak
suka aku bertanya hal seperti ini padamu” tanya rambut pertama lagi
“Bukan, bukan, aku hanya teringat
tuanku” jelas rambut kedua pendek
“Ada apa dengan tuanmu?” rambut
kedua tak berhenti bertanya
“Kau tau, aku sangat dijaga oleh
tuanku. Seperti perhisan berharga yang disimpan ditempat yang aman dan tak
seorangpun boleh melihatnya apalagi menyentuhnya seperti itulah tuanku
memperlakukan aku” ujar rambut kedua
“semulia itukah kamu
diperlakukannya?” tanya rambut pertama
“Benar, bahkan dia menganggap
dengan memuliakan dan menjagaku dapat menjadikannya makhluk yang mulia juga.
Aku sering mendengarnya berkata bahwa dengan menjagaku dapat menghantarkannya
ke surga milik Allah SWT, milik tuhan yang menciptakan kita” jelas rambut kedua
panjang lebar.
“Wah, kamu beruntung sekali
memiliki tuan sepertinya” ujar rambut pertama
“mungkin sekarang aku tidak lagi
beruntung” jawab rambut kedua sedih
“Mengapa seperti itu? Sudah jelas
nasibmu jauh lebih beruntung dari padaku” rambut pertama bertanya lagi
“Selama aku masih bersama tuanku
mungkin aku memang beruntung. Aku dan teman-temanku yang lain terlindungi oleh
sehelai kain yang mereka sebut hijab, tak sedikitpun bagian dari kami yang tak
dilindungi oleh kain itu. Kami tidak pernah tersengat matahari langsung dan
kami tidak pernah dilihat oleh mata-mata nakal yang memang tidak pantas melihat
kami. Lima kali sehari atau mungkin lebih, tuanku selalu membasahi kami dengan
wudhu, sejuk sekali kurasakan ketika tetes-tetes air itu mengalir di helaian
tubuhku” jelas rambut kedua
“Lalu apa lagi yang membuatmu
sedih?” tanya rambut pertama makin penasaran
“Tidakkah kamu sadar, aku sekarang
terpisah dari tuanku, tidak ada lagi kain yang melindungiku dari sengatan
matahari dan mata lelaki bejat. Tak akan ada lagi tetes air suci yang akan
membasahi tubuhku. Aku takut tak bisa mengecap manisnya surga bersama tuanku
kelak. Aku ingin menjadi saksi atas semua amal baik yang dilakukan tuanku jika
Allah bertanya padanya di Yaumul Hisab nanti. Tapi lihatlah dimana tempatku
berada sekarang, aku tak tau dimana aku dan aku tak tau dimana tuanku” ujar rambut kedua panjang lebar
“Jika aku menjadi kamu mungkin aku
juga merasa sedih” rambut pertama menanggapi singkat
“Bagaimana dengan kisahmu dan
tuanmu? Kenapa kamu terlihat sangat kering dan kusam?” rambut kedua bertanya
beruntun
“Aku iri padamu karena aku tidak
diperlakukan sebaik kau diperlakukan oleh tuanmu. Aku hanya dijadikan tontonan
umum yang bisa diperlakukan sesuaka hatinya. Tak ada sehelai kainpun yang
melindungiku. Baik dari sengatan matahari ataupun ancaman mata para lelaki
bejat. Tidak ada tetes air yang membasahiku setiap lima kali sehari. Aku tidak
pernah merasakan apa yang kamu rasakan. Tuanku memperlakukan aku sesuaka
hatinya. Terkadang aku diwarnai dengan cat yang akupun tak suka warna dan
baunya. Jika diriku keriting tuanku membutku lurus dengan alat yang panas itu.
Jika aku lurus tuanku membuatku keriting dengan benda berbentuk tabung bersekat
itu. Aku heran mengapa tuanku tak bisa menerimaku apa adanya. Jika Allah
mengizinkan ku menolaknya aku akan menolak semua perlakuan tidak layak itu.
Tapi Allah tidak memberikanku kesempatan berbicara saat itu ” rambut pertama
menjelaskan panjang lebar
“Kamu pasti sangat menderita, aku
ikut sedih mendengar kisahmu” ujar rambut kedua simpati
“Ada hal lain yang membuatku takut.
Aku takut dipanggil kembali oleh Allah SWT dan aku akan dibakar bersama tuanku
di neraka Allah yang panas itu. Aku takut sekali. Aku sudah sering merasakan
panas ketika masih di dunia, dan apakah di akhirat nanti aku juga akan
merasakan azab yang lebih panas lagi. Di Yaumul Hisab nanti aku akan menjadi
saksi atas semua perbuatan tuanku. Saat tangan dan kaki berbicara memberi
kesaksian atas hal-hal hina yang dilakukan tuanku, aku juga akan ditanyai.
Tapi, ada hal yang masih membuatku bahagia saat ini” ujar rambut pertama
“Apa itu?” tanya rambut kedua
penasaran
“Tidakkah kamu lihat, sekarang aku
sendiri. Aku tidak lagi melewati dunia bersama tuanku yang hina itu. Aku lebih
suka melayang terbawa angin dari pada tetap bersama makhluk yang durhaka pada
Allah tuhan yang menciptakan kita” ujar rambut pertama bahagia
Angin berhembus lagi, dua helai
rambut itu kembali melayang terbawa angin, aku tercengang mendengar percakapan
mereka. Aku melamun, aku merasa berada di dunia yang lain hingga ada benda
keras yang dilemparkan padaku. Aku tersentak, aku terbangun dari tidur siang
yang penuh nilai ini. Aku melihat ke sekitar tapi, tidak ada siapapun. Aku
mendengar suara tertawaan yang sangat menjengkelkan dan sangat ku kenal. Ketika
aku menoleh ke atas pohon tempatku bersandar dan ternyata benar dugaanku, itu
Andi. Dia yang melempar biji jambu ke kepalaku.
“Hei, putri pemimpi, mimpi konyol
apa lagi yang kamu dapatkan siang ini? haha” teriak Andi sangat menjengkelkan.
Dia berteriak dengan tak hentinya memakan jambu-jambu disekitarnya.
Mendengar perkataannya aku teringat
tentang mimpiku tadi. Aku segera memegang kepalaku dan batapa leganya jilbab
hijau favoritku masih menutupi kepala dan rambutku. Aku yakin itu bukan sekedar
mimpi disiang bolong, itu peringatan dan teguran dari Allah agar aku tetap
menjaga auratku dan jangan melepas jilbabku.
“Hahaha, lucu sekali, kamu takut
aku mencuri kepalamu ketika sedang tidur ya, tingkahmu aneh sekali” ujar Andi
jauh lebih menjengkelkan dari sebelumnya.
“Kamu mengataiku aneh? Sebenarnya
kamu itu yang aneh Andi, manjat pohon hanya untuk makan jambu sepuasnya, kayak
nenek moyang Charles Darwin aja, hahaha” ejekku tak kalah menjengkelkan
“Hei, apa maksudmu? Kamu kira aku
monyet haa” teriak Andi marah
“Hahaha… tidak tidak, maaf aku hanya bercanda” tawaku
meledak melihat wajah Andi yang merah padam.
Suasana siang ini kembali ceria.
Aku ditegur dan diperingatkan dengan cara yang bahkan aku tak pernah
menduganya. Itulah bukti Allah masih menjagaku. Dua helai rambut yang membawa
sebuah rahasia kehidupan. Rahasia kebahagiaan dan kesucian seorang wanita.
Banyak yang berkata rambut adalah
mahkota bagi seorang wanita. Bukankah lebih baik jika mahkota itu tetap
tersimpan ditempat yang terjaga yang tidak sembarang orang boleh melihatnya.
Jika mahkota dianggap sebagai symbol kekuasaan. Maka rambut bagi seorang wanita
adalah harga dirinya.
J
J
J
J
Kategori Cerita, Mading edisi II
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar