Jika Rambut Bicara (oleh: Latifah Hanum)

Matahari bersinar dengan teriknya menerangi setiap sisi gelap dunia. Hingga waktunya nanti ia menghilang di ufuk Barat lalu terbit lagi di ufuk Timur belahan bumi yang lain. Angin terasa membelai, mambawa angan jauh melayang. Suara gesekkan daun dan ranting berirama membentuk simphoni alam yang melenakan.
Pandanganku jauh menerawang. Aku melihat dua helai rambut melayang terbawa angin bersama dedaunan. Mungkin tak wajar karena mataku lebih terfokus pada dua helai rambut yang ukurannya kurang dari 1 milimeter dibanding dedaunan dengan warna hijau mencolok. Tapi, entahlah. Dua helai rambut ini seperti punya kisa masing-masing yang menjadi daya tarik tersendiri bagiku.  Mereka tak jauh berbeda kelihatannya. Tapi, mereka sebenarnya berbeda. Satu hal yang aku pun tidak tau ini benar atau tidak, aku tau dua helai rambut ini berasal dari tuan yang berbeda.
Angin seketika berhenti berhembus. Dua helai rambut itu pun kini tak lagi melayang. Mereka mendarat tak jauh dari tempat ku berada. Dari sini aku mendengar percakapan mereka. Hal yang tak lazim mungkin, tapi itulah yang ku dengar.
Jika kutambah tingkat kefokusan mataku, sehelai rambut pertama terlihat sangat buruk. Bentuknya kering dan terlihat kasar. Warnanya pun kusam. Berbeda jika dibandingkan dengan rambut kedua. Rambut kedua ini warnannya hitam berkilau kuperhatikan. Dari kesan pertama pun sudah jelas dia halus, lembut dan terjaga. Percakapan dua helai rambut ini pun dimulai.
“Hei, kenapa kamu terlihat sangat berkilau dan indah, tidak seperti aku yang jelek ini” tanya rambut pertama penasaran.
“Ah, benarkah kamu menilaiku seindah itu?” Rambut kedua balik bertanya
“Sungguh, kamu memang terlihat indah, tidak kah kamu perhatikan aku yang jelek, kusam dan kering ini. Kamu pasti sangat terjaga” ujar rambut pertama. Rambut kedua terdiam, dia tak menjawab pertanyaan rambut pertama
“Kenapa kamu diam. Apakah kamu tak suka aku bertanya hal seperti ini padamu” tanya rambut pertama lagi
“Bukan, bukan, aku hanya teringat tuanku” jelas rambut kedua pendek
“Ada apa dengan tuanmu?” rambut kedua tak berhenti bertanya
“Kau tau, aku sangat dijaga oleh tuanku. Seperti perhisan berharga yang disimpan ditempat yang aman dan tak seorangpun boleh melihatnya apalagi menyentuhnya seperti itulah tuanku memperlakukan aku” ujar rambut kedua
“semulia itukah kamu diperlakukannya?” tanya rambut pertama
“Benar, bahkan dia menganggap dengan memuliakan dan menjagaku dapat menjadikannya makhluk yang mulia juga. Aku sering mendengarnya berkata bahwa dengan menjagaku dapat menghantarkannya ke surga milik Allah SWT, milik tuhan yang menciptakan kita” jelas rambut kedua panjang lebar.
“Wah, kamu beruntung sekali memiliki tuan sepertinya” ujar rambut pertama
“mungkin sekarang aku tidak lagi beruntung” jawab rambut kedua sedih
“Mengapa seperti itu? Sudah jelas nasibmu jauh lebih beruntung dari padaku” rambut pertama bertanya lagi
“Selama aku masih bersama tuanku mungkin aku memang beruntung. Aku dan teman-temanku yang lain terlindungi oleh sehelai kain yang mereka sebut hijab, tak sedikitpun bagian dari kami yang tak dilindungi oleh kain itu. Kami tidak pernah tersengat matahari langsung dan kami tidak pernah dilihat oleh mata-mata nakal yang memang tidak pantas melihat kami. Lima kali sehari atau mungkin lebih, tuanku selalu membasahi kami dengan wudhu, sejuk sekali kurasakan ketika tetes-tetes air itu mengalir di helaian tubuhku” jelas rambut kedua
“Lalu apa lagi yang membuatmu sedih?” tanya rambut pertama makin penasaran
“Tidakkah kamu sadar, aku sekarang terpisah dari tuanku, tidak ada lagi kain yang melindungiku dari sengatan matahari dan mata lelaki bejat. Tak akan ada lagi tetes air suci yang akan membasahi tubuhku. Aku takut tak bisa mengecap manisnya surga bersama tuanku kelak. Aku ingin menjadi saksi atas semua amal baik yang dilakukan tuanku jika Allah bertanya padanya di Yaumul Hisab nanti. Tapi lihatlah dimana tempatku berada sekarang, aku tak tau dimana aku dan aku tak tau dimana tuanku”  ujar rambut kedua panjang lebar
“Jika aku menjadi kamu mungkin aku juga merasa sedih” rambut pertama menanggapi singkat
“Bagaimana dengan kisahmu dan tuanmu? Kenapa kamu terlihat sangat kering dan kusam?” rambut kedua bertanya beruntun
“Aku iri padamu karena aku tidak diperlakukan sebaik kau diperlakukan oleh tuanmu. Aku hanya dijadikan tontonan umum yang bisa diperlakukan sesuaka hatinya. Tak ada sehelai kainpun yang melindungiku. Baik dari sengatan matahari ataupun ancaman mata para lelaki bejat. Tidak ada tetes air yang membasahiku setiap lima kali sehari. Aku tidak pernah merasakan apa yang kamu rasakan. Tuanku memperlakukan aku sesuaka hatinya. Terkadang aku diwarnai dengan cat yang akupun tak suka warna dan baunya. Jika diriku keriting tuanku membutku lurus dengan alat yang panas itu. Jika aku lurus tuanku membuatku keriting dengan benda berbentuk tabung bersekat itu. Aku heran mengapa tuanku tak bisa menerimaku apa adanya. Jika Allah mengizinkan ku menolaknya aku akan menolak semua perlakuan tidak layak itu. Tapi Allah tidak memberikanku kesempatan berbicara saat itu ” rambut pertama menjelaskan panjang lebar
“Kamu pasti sangat menderita, aku ikut sedih mendengar kisahmu” ujar rambut kedua simpati
“Ada hal lain yang membuatku takut. Aku takut dipanggil kembali oleh Allah SWT dan aku akan dibakar bersama tuanku di neraka Allah yang panas itu. Aku takut sekali. Aku sudah sering merasakan panas ketika masih di dunia, dan apakah di akhirat nanti aku juga akan merasakan azab yang lebih panas lagi. Di Yaumul Hisab nanti aku akan menjadi saksi atas semua perbuatan tuanku. Saat tangan dan kaki berbicara memberi kesaksian atas hal-hal hina yang dilakukan tuanku, aku juga akan ditanyai. Tapi, ada hal yang masih membuatku bahagia saat ini” ujar rambut pertama
“Apa itu?” tanya rambut kedua penasaran
“Tidakkah kamu lihat, sekarang aku sendiri. Aku tidak lagi melewati dunia bersama tuanku yang hina itu. Aku lebih suka melayang terbawa angin dari pada tetap bersama makhluk yang durhaka pada Allah tuhan yang menciptakan kita” ujar rambut pertama bahagia

Angin berhembus lagi, dua helai rambut itu kembali melayang terbawa angin, aku tercengang mendengar percakapan mereka. Aku melamun, aku merasa berada di dunia yang lain hingga ada benda keras yang dilemparkan padaku. Aku tersentak, aku terbangun dari tidur siang yang penuh nilai ini. Aku melihat ke sekitar tapi, tidak ada siapapun. Aku mendengar suara tertawaan yang sangat menjengkelkan dan sangat ku kenal. Ketika aku menoleh ke atas pohon tempatku bersandar dan ternyata benar dugaanku, itu Andi. Dia yang melempar biji jambu ke kepalaku.
“Hei, putri pemimpi, mimpi konyol apa lagi yang kamu dapatkan siang ini? haha” teriak Andi sangat menjengkelkan. Dia berteriak dengan tak hentinya memakan jambu-jambu disekitarnya.
Mendengar perkataannya aku teringat tentang mimpiku tadi. Aku segera memegang kepalaku dan batapa leganya jilbab hijau favoritku masih menutupi kepala dan rambutku. Aku yakin itu bukan sekedar mimpi disiang bolong, itu peringatan dan teguran dari Allah agar aku tetap menjaga auratku dan jangan melepas jilbabku.
“Hahaha, lucu sekali, kamu takut aku mencuri kepalamu ketika sedang tidur ya, tingkahmu aneh sekali” ujar Andi jauh lebih menjengkelkan dari sebelumnya.
“Kamu mengataiku aneh? Sebenarnya kamu itu yang aneh Andi, manjat pohon hanya untuk makan jambu sepuasnya, kayak nenek moyang Charles Darwin aja, hahaha” ejekku tak kalah menjengkelkan
“Hei, apa maksudmu? Kamu kira aku monyet haa” teriak Andi marah
“Hahaha…  tidak tidak, maaf aku hanya bercanda” tawaku meledak melihat wajah Andi yang merah padam.
Suasana siang ini kembali ceria. Aku ditegur dan diperingatkan dengan cara yang bahkan aku tak pernah menduganya. Itulah bukti Allah masih menjagaku. Dua helai rambut yang membawa sebuah rahasia kehidupan. Rahasia kebahagiaan dan kesucian seorang wanita.
Banyak yang berkata rambut adalah mahkota bagi seorang wanita. Bukankah lebih baik jika mahkota itu tetap tersimpan ditempat yang terjaga yang tidak sembarang orang boleh melihatnya. Jika mahkota dianggap sebagai symbol kekuasaan. Maka rambut bagi seorang wanita adalah harga dirinya.

J J J J

Ibnu Khaldun – Bapak Sosiologi dan Ekonomi

Nama lengkapnya adalah Abu Zaid Abd-Ar-Rahman Ibnu muhammad Ibnu  khalid (Khaldun) yang kemudian masyhur dengan sebutan Ibnu Khaldun. lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H./27 Mei 1332 M. adalah dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana.

Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.
Selain itu dalam tugas-tugas yang diembannya penuh dengan berbagai peristiwa, baik suka dan duka. Ia pun pernah menduduki jabatan penting di Fes,Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya yang monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai penjuru dunia. Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu Khaldun, namun ada tiga periode yang bisa kita ingat kembali dalam perjalan hidup beliau. Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan. Yakni, ia belajar Alquran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika.

Dalam semua bidang studinya mendapatkan nilai yang sangat memuaskan dari para gurunya. Namun studinya terhenti karena penyakit pes telah melanda selatan Afrika pada tahun 749 H. yang merenggut ribuan nyawa. Ayahnya dan sebagian besar gurunya meninggal dunia. Ia pun berhijrah ke Maroko selanjutnya ke Mesir; Periode kedua, ia terjun dalam dunia politik dan sempat menjabat berbagai posisi penting kenegaraan seperti qadhi al-qudhat (Hakim Tertinggi). Namun, akibat fitnah dari lawan-lawan politiknya, Ibnu Khaldun sempat juga dijebloskan ke dalam penjara.

SETELAH keluar dari penjara, dimulailah periode ketiga kehidupan Ibnu Khaldun, yaitu berkonsentrasi pada bidang penelitian dan penulisan, ia pun melengkapi dan merevisi catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti kitab al-’ibar (tujuh jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya bab-bab baru di dalamnya, nama kitab ini pun menjadi Kitab al-’Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar.

Kitab al-i’bar ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun. Namun pengaruhnya baru terlihat setelah 27 tahun kemudian. Tepatnya pada tahun 1890, yakni saat pendapat-pendapat Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh sosiolog-sosiolog German dan Austria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern.

Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
Bahkan buku ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metoda-metodanya yang masuk akal yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut. Pada bab ke dua dan ke tiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat moderen dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.

ADA beberapa catatan penting dari sini yang dapat kita ambil bahan pelajaran. Bahwa Ibnu Khaldun menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan tidak meremehkan akan sebuah sejarah. Ia adalah seorang peneliti yang tak kenal lelah dengan dasar ilmu dan pengetahuan yang luas. Ia selalu memperhatikan akan komunitas-komunitas masyarakat. Selain seorang pejabat penting, ia pun seorang penulis yang produktif. Ia menghargai akan tulisan-tulisannya yang telah ia buat. Bahkan ketidaksempurnaan dalam tulisannya ia lengkapi dan perbaharui dengan memerlukan waktu dan kesabaran. Sehingga karyanya benar-benar berkualitas, yang di adaptasi oleh situasi dan kondisi.

Karena pemikiran-pemikirannya yang briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan Alquran yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz Alquran, ia menjunjung tinggi akan kehebatan Alquran. Sebagaimana dikatakan olehnya, “Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk syiar agama yang diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Alquran pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.”

Jadi, nilai-nilai spiritual sangat di utamakan sekali dalam kajiannya, disamping mengkaji ilmu-ilmu lainnya. Kehancuran suatu negara, masyarakat, atau pun secara individu dapat disebabkan oleh lemahnya nilai-nilai spritual. Pendidikan agama sangatlah penting sekali sebagai dasar untuk menjadikan insan yang beriman dan bertakwa untuk kemaslahatan umat. Itulah kunci keberhasilan

Ibnu Khaldun, ia wafat di Kairo Mesir pada saat bulan suci Ramadan tepatnya pada tanggal 25 Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M.
(credit:http://www.kolombiografi.com/2013/10/biografi-ibnu-khaldun-pelopor-dasar.html)

Ibnu Sina - Bapaknya Para Dokter


Jika Anda pelajar SMA, dan berkeinginan kelak untuk melanjutkan studi ke Fakultas Kedokteran di luar negeri, khususnya di Paris, niscaya akan Anda jumpai foto Avicenna terpampang dengan gagah di gedung Fakultas Kedokteran tersebut.
Tertulis di bawahnya,
"Bapak Para Dokter di Dunia."
Itulah Ibnu Sina.

Avicenna, begitu para pakar kedokteran Amerika dan Eropa menyebutnya. Ia adalah tokoh terkemuka di bidang kedokteran yang hidup pada abad ke 10. Nama lengkapnya adalah Abu Ali al Husain ibn Abdallah ibn Sina.
Ibnu Sina lahir pada tahun 981 Masehi di Afsana, kota kecil dekat Bukhara, tempat ahli hadits terkemuka bernama Bukhari.

Sejak kecil Ibnu Sina terkenal amat bersungguh-sungguh dalam belajar dan memang tak ada ilmuwan sukses yang tidak belajar dengan keras.
Bayangkan saja, Ibnu Sina kecil sudah mempelajari ilmu kedokteran sejak usia 10 tahun. Di usia itu pula ia telah hafal 666 keseluruhan ayat Al-Qur'an, dan bahkan sebelumnya Ibnu Sina telah menggeluti Matematika dan ilmu Logika dari seorang guru terkemuka, Abu Abdallah Natili, yang juga seorang filsuf terkenal.

Nah, inilah yang menarik.
Sweet Seventeen Ibnu Sina dilalui dengan teramat manis.
Manis bukan lantaran sang orang tua membuatkan pesta meriah, tapi justru di usia itulah Ibnu Sina dipercaya dan berhasil mengobati hingga sembuh penyakit Raja Bukhara saat itu, Nooh ibn Mansoor. Padahal banyak tabib dan ahli senior tak berhasil mengobatinya.
Raja begitu gembira, Ibnu SIna dimintanya agar sudi tinggal bersamanya di istana Raja. Namun ibnu Sina secara halus menolaknya.
"Bukan aku yang menyembuhkan, tapi Allah SWT."

Dan Ibnu SIna memohon diperbolehkan tinggal di perpustakaan kerajaan.
Ibnu Sina makin luas wawasannya, ia pun menjadi ahli matematika, filsuf dan astronomi. Selain itu, ia juga seorang pustakawan dan psikiater yang handal.
Semangat belajar Ibnu Sina memang tak terkalahkan. Sepeninggal ayahandanya, Ibnu Sina makin sering berkelana, mencari ilmu dan mengajarkannya kemana saja. Ibnu Sina pernah kuliah di Jurjan, sebuah kota di Timur Tengah. Di sini ia berguru ke seorang sastrawan dan ulama besar Abu Raihan al Biruni
Ibnu Sina masih melanjutkan kuliahnya ke Rayy dan Hamadan, kemudian ke Iran. Di sepanjang perjalanannya, ia banyak melahirkan karya besar. Paling tidak ada dua buku referensi dunia dari Ibnu SIna yang amat tersohor.

Kitab Al Qanun fi al Tibb, yang diterjemahkan menjadi The Canon, adalah buku rujukan ilmu kedokteran dunia hingga sekarang. Di dalamnya tertulis ensiklopedia jutaan item pengobatan dan jenis obat-obatan. Konsep penyembuhan sistematis dan berkelanjutan juga diperkenalkan Ibnu Sina. Bahkan ia pula yang mencatat dan memperkenalkan anatomi tubuh manusia secara lengkap untuk pertama kalinya.
Ibnu Sina adalah orang yang pertama kali memisah-misahkan serta merinci seluruh bagian tubuh, misalnya mata, telinga. Ketika itu, Ibnu Sina juga telah menyimpulkan bahwa setiap tubuh manusia dari ujung rambut hingga ujung kaki saling berhubungan.
Dirumuskannya pula, kesehatan fisik dan kesehatan jiwa saling terkait dan saling mendukung.
Ibnu Sina pula yang mengenalkan dunia kedokteran pada ilmu yang sekarang diberi nama patologi dan farmakologi.

Ada lagi satu kitab Ibnu SIna yang amat besar pengaruhnya pada dunia kedokteran.
Asy-Syifa' yang bahasa latin diterjemahkan menjadi Sanatio.
Itulah Ibnu Sina, karya-karya besarnya begitu berjasa dalam membuka cakrawala dunia kedokteran.
Ia meninggal dunia pada tahun 1073, di Hamadan.
Amal jariyahnya mengalir tiada henti hingga sekarang.
Sudah semestinya, jika generasi muslim cendekia saat ini harus belajar keras mengejar ketertinggalan yang ada.
Dengan kisah inspiratif dari Ibnu Sina tersebut, dapat kita ambil hikmah dari sifat Ibnu Sina yaitu sifatnya yang tidak pernah putus asa dalam belajar di iringi keta’atan kepada Allah adalah kuci suksesnya.

;;