Jika Anda pelajar SMA, dan
berkeinginan kelak untuk melanjutkan studi ke Fakultas Kedokteran di luar
negeri, khususnya di Paris, niscaya akan Anda jumpai foto Avicenna terpampang
dengan gagah di gedung Fakultas Kedokteran tersebut.
Tertulis di bawahnya,
"Bapak Para Dokter di
Dunia."
Itulah Ibnu Sina.
Avicenna, begitu para pakar kedokteran
Amerika dan Eropa menyebutnya. Ia adalah tokoh terkemuka di bidang kedokteran
yang hidup pada abad ke 10. Nama lengkapnya adalah Abu Ali al Husain ibn
Abdallah ibn Sina.
Ibnu Sina lahir pada tahun 981 Masehi di
Afsana, kota kecil dekat Bukhara, tempat ahli hadits terkemuka bernama Bukhari.
Sejak kecil Ibnu Sina terkenal amat
bersungguh-sungguh dalam belajar dan memang tak ada ilmuwan sukses yang tidak
belajar dengan keras.
Bayangkan saja, Ibnu Sina kecil sudah
mempelajari ilmu kedokteran sejak usia 10 tahun. Di usia itu pula ia telah
hafal 666 keseluruhan ayat Al-Qur'an, dan bahkan sebelumnya Ibnu Sina telah
menggeluti Matematika dan ilmu Logika dari seorang guru terkemuka, Abu Abdallah
Natili, yang juga seorang filsuf terkenal.
Nah, inilah yang menarik.
Sweet Seventeen Ibnu Sina dilalui
dengan teramat manis.
Manis bukan lantaran sang orang tua
membuatkan pesta meriah, tapi justru di usia itulah Ibnu Sina dipercaya dan
berhasil mengobati hingga sembuh penyakit Raja Bukhara saat itu, Nooh ibn
Mansoor. Padahal banyak tabib dan ahli senior tak berhasil mengobatinya.
Raja begitu gembira, Ibnu SIna
dimintanya agar sudi tinggal bersamanya di istana Raja. Namun ibnu Sina secara
halus menolaknya.
"Bukan aku yang menyembuhkan,
tapi Allah SWT."
Dan Ibnu SIna memohon diperbolehkan
tinggal di perpustakaan kerajaan.
Ibnu Sina makin luas wawasannya, ia
pun menjadi ahli matematika, filsuf dan astronomi. Selain itu, ia juga seorang
pustakawan dan psikiater yang handal.
Semangat belajar Ibnu Sina memang tak
terkalahkan. Sepeninggal ayahandanya, Ibnu Sina makin sering berkelana, mencari
ilmu dan mengajarkannya kemana saja. Ibnu Sina pernah kuliah di Jurjan, sebuah
kota di Timur Tengah. Di sini ia berguru ke seorang sastrawan dan ulama besar
Abu Raihan al Biruni
Ibnu Sina masih melanjutkan kuliahnya
ke Rayy dan Hamadan, kemudian ke Iran. Di sepanjang perjalanannya, ia banyak
melahirkan karya besar. Paling tidak ada dua buku referensi dunia dari Ibnu
SIna yang amat tersohor.
Kitab Al Qanun fi al Tibb, yang
diterjemahkan menjadi The Canon, adalah buku rujukan ilmu kedokteran dunia
hingga sekarang. Di dalamnya tertulis ensiklopedia jutaan item pengobatan dan
jenis obat-obatan. Konsep penyembuhan sistematis dan berkelanjutan juga
diperkenalkan Ibnu Sina. Bahkan ia pula yang mencatat dan memperkenalkan
anatomi tubuh manusia secara lengkap untuk pertama kalinya.
Ibnu Sina adalah orang yang pertama
kali memisah-misahkan serta merinci seluruh bagian tubuh, misalnya mata,
telinga. Ketika itu, Ibnu Sina juga telah menyimpulkan bahwa setiap tubuh
manusia dari ujung rambut hingga ujung kaki saling berhubungan.
Dirumuskannya pula, kesehatan fisik
dan kesehatan jiwa saling terkait dan saling mendukung.
Ibnu Sina pula yang mengenalkan dunia
kedokteran pada ilmu yang sekarang diberi nama patologi dan farmakologi.
Ada lagi satu kitab Ibnu SIna yang
amat besar pengaruhnya pada dunia kedokteran.
Asy-Syifa' yang bahasa latin
diterjemahkan menjadi Sanatio.
Itulah Ibnu Sina, karya-karya besarnya
begitu berjasa dalam membuka cakrawala dunia kedokteran.
Ia meninggal dunia pada tahun 1073, di
Hamadan.
Amal jariyahnya mengalir tiada henti
hingga sekarang.
Sudah semestinya, jika generasi muslim
cendekia saat ini harus belajar keras mengejar ketertinggalan yang ada.
Dengan kisah inspiratif dari Ibnu Sina
tersebut, dapat kita ambil hikmah dari sifat Ibnu Sina yaitu sifatnya yang
tidak pernah putus asa dalam belajar di iringi keta’atan kepada Allah adalah
kuci suksesnya.
Kategori Artikel, Mading edisi II
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar